Mengenai syarat syarat diterimanya ibadah
seseorang akan di ulas pada artikel kali ini yang masih bersumber pada
pelajaran fiqih saya , dimana sebelumnya saya juga membahas mengenai macam dan hukum ibadah, berikut ulasan artikel syarat di terimanya ibadah :
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang
tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak)
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
• Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
• Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah
dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut
wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
112. (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (Q.S :Al Baqarah, 112)
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada
Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak
beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali
dengan apa yang Dia syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana Allah berfirman.
Artinya :110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Q. Al
Kahfi, 110)
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan
mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah
kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita
dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya
Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka,
beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah
kesyirikan. Allah SWT berfirman.
Artinya : 2. sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran)
dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya. (Q.S : 039. Az Zumar. 2)
2. Sesungguhnya
Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak
Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya
bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan
dirinya di dalam Tasyri’.
3. Sesungguhnya
Allah telah menyempurnakan agama bagi kita Maka, orang yang membuat
tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran
agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan
sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya
tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di
dalam ke-hidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena
perpecahan dan pertikaian akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan
perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan
kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan
Rasul-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar