Keris adalah salah satu jenis senjata tikam tradisional masyarakat Jawa dan beberapa suku bangsa di Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Jawa, keris masih dianggap sebagai salah satu senjata piandel (andalan) yang mempunyai kekuatan gaib. Bahkan tidak jarang, keris menjadi senjata tradisional yang dikeramatkan dan harus dirawat dengan baik. Namun tidak semua jenis keris menjadi senjata andalan bagi pemiliknya. Umumnya keris yang menjadi senjata andalan bagi pemiliknya adalah keris yang dibuat oleh empu terkenal dengan laku puasa terlebih dahulu.
Umumnya kerajaan-kerajaan Jawa
yang sekarang masih eksis, seperti di Yogyakarta dan Surakarta, keris
masih menjadi senjata andalan bagi masing-masing kraton. Bahkan
cenderung dikeramatkan. Pada bulan Sura biasanya dilakukan pembersihan
keris oleh pihak kraton. Dan saat-saat tertentu saja, misalnya saat
penobatan, senjata keris pusaka ini ikut diarak bersama pusaka-pusaka
lainnya.
Namun pada perkembangannya
dewasa ini, pembuatan keris lebih cenderung dan terfokus sebagai benda
cindera mata yang berseni tinggi. Sudah jarang empu yang membuat keris
pesanan seseorang yang membutuhkan untuk senjata andalan. Selain itu
keris buatan sekarang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pasar, yakni
sebagai pelengkap asesoris busana adat Jawa. Sehingga bahan yang
dipakai pun hanya asal-asalan saja dan sudah tidak terdiri dari bahan
baku keris yakni besi, pamor, dan baja.
Ada perkiraan, keris yang tertua
dibuat di pulau Jawa, dibuat sekitar abad 6 atau 7. Keris tua itu biasa
disebut keris buddha.. Bahkan ornamen muncul di salah satu dinding
candi. Itu menandakan bahwa di masa lampau keris sudah menjadi andalan
dan dipakai sebagai salah satu senjata.
Pada zaman dulu, empu pembuat
keris menyebar di berbagai wilayah yang memiliki kerajaan, seperti di
Majapahit, Singasari, Kediri, Kotagede, Pajang, Kartasura, dan wilayah
lainnya. Namun untuk dewasa ini, mungkin hanya tinggal beberapa tempat
di Jawa yang masih membuat keris misalnya: Yogyakarta, Surakarta, dan
Madura.
Keris adalah budaya asli Jawa
khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Walaupun nenek moyang bangsa
Indonesia umumnya beragama Hindu dan Buddha, tidak pernah ditemukan
bukti bahwa keris berasal dari India atau negara lain. Jika pada
candi-candi di pulau Jawa ditemui gambar relief (antara lain candi
Borobudur) yang menggambarkan adanya senjata keris, maka candi-candi di
India atau negara lain tidak ditemukan. Ini sebagai bukti bahwa keris
berasal dari budaya asli Jawa (Indonesia).
Setiap kerajaan yang pernah ada
di pulau Jawa memiliki empu masing-masing yang membuat keris pusaka.
Mereka menghasilkan pusaka-pusaka yang terkenal pula. Ada lebih seratus
empu yang terkenal dari berbagai kerajaan tersebut. Sebagian nama-nama
empu terkenal dari masing-masing kerajaan beserta hasil karya mereka di
antaranya: empu Kandangdewa dengan hasil pusaka karyanya adalah Sang
Sabuk Inten, Sang Jalak, dan Sang Kala Welang (zaman Kauripan); empu
Windusarpa karyanya: Sang Barojol, Sang Bethok, dan Sang Larbango (zaman
Jenggala); empu Kanaka, karyanya: Kyai Kalut dan Kyai Bang Wetan (zaman
Pajajaran Makukuhan); empu Bayuaji, karyanya Kyai Setan Kober (zaman
Cirebon); empu Domas, karyanya Kyai Gajah (zaman Majapahit); empu
Pujadewa, karyanya: Kyai Gagak Ngore dan Kyai Ganda Wisa (zaman
Majapahit); empu Kaloka, karyanya Kyai Kuwung-Kuwung (asal Madura); empu
Humyang, karyanya Kyai Ombak Banyu (empu zaman Pajang); empu Tunggul
Maya, karyanya Kyai Jabar (zaman Mataram), empu Luyung, karyanya: Kyai
Padas Polah dan Kyai Jamur Dipa (zaman Kartasura); empu Ki Anom,
karyanya Kanjeng Kyai Pulanggeni (zaman Sultan Agung, Mataram); empu Ki
Joko Sugatno, karyanya Kanjeng Kyai Gajah Satrubondo (zaman Kraton
Surakarta); dan masih banyak lagi empu-empu terkenal lainnya.
Empu biasanya mengabdi ke
kerajaan. Mereka menjadi salah satu orang yang dihormati di kerajaan
karena kelebihannya membuat keris pusaka. Seperti yang telah disebutkan
di atas, bahwa untuk membuat keris tangguh agar menjadi senjata andalan,
maka bahan yang dipakai untuk membuat keris, biasanya terdiri dari
campuran besi, pamor, dan baja. Sebelum memulai membuat keris ampuh,
biasanya diawali dengan laku puasa dan persiapan-persiapan lain yang
memakan waktu 6 hari. Persiapan-persiapan yang dilakukan antara lain:
menyiapkan tempat produksi (besalen, panyirepan, dulang landesan, dan
ububan; memilih pembantu pembuatan keris yang dapat dipercaya;
menyiapkan semua bahan-bahan; mengajak para pembantunya untuk laku
prihatin; mengadakan selamatan; dan menyiapkan mantra. Baru hari ketujuh
memulai membuat keris. Di antara mantra yang biasa dilafalkan empu
adalah “aum, sembahing anata tingalana de triloka sarana; awighnam astu,
isun empu ....tan awacana, de nir arthaka darpa; dang dahana hagni
niraweh sara sudarma”, artinya “Ya Tuhan, semoga sembah permohonan hamba
ini Paduka ketahui wahai sang pelindung tiga dunia; jangan ada
halangan, hamba empu .... tidak mengucapkan kata-kata yang tidak berguna
dan sombong; api yang menyala-nyala ini semoga memberi pusaka yang
berguna”.
Setiap keris yang dihasilkan
oleh setiap empu dari masing-masing kerajaan tentu mempunyai ciri khas
sendiri-sendiri, baik bentuk, ukuran, maupun kualitas. Keris yang
dihasilkan oleh empu Majapahit, biasanya wilahan (bilah) menyatu dengan
ukiran hulu (pegangan keris). Mulai dari ujung keris hingga pangkal
pegangan terbuat dari logam. Pada pegangan keris berbentuk patung
manusia. Mulai pada zaman kerajaan Demak, pegangan keris sudah tidak
menyatu lagi dengan wilahan. Pembuatan keris oleh empu lebih banyak atas
perintah para wali. Seorang empu bernama empu Joko Supo mendapat
perintah dari Sunan Kalijaga untuk membuat keris dapur Sabuk Inten.
Keris, baru dikatakan lengkap
jika sudah ada sarungnya atau yang disebut warangka. Orang yang membuat
warangka keris disebut Mranggi. Jenis warangka yang dikenal dalam
perkerisan tradisi Jawa adalah Ladrang dan Gayaman. Bentuk Ladrang
Yogyakarta dan Surakarta berbeda, demikian pula dengan bentuk Gayaman.
Sementara bagian-bagian warangka adalah: ukiran, godongan, pijetan,
tampingan, awak-awak, bapangan, lenglengan, gigir, gandar, dan bandar.
Jenis kayu yang sering dipakai untuk membuat warangka adalah kayu:
Timoho, Trembalo, Cendana, dan Galihjati.
Pada awal mulanya, keris
diciptakan oleh para empu sebagai senjata tikam untuk membela diri. Cara
pembuatan keris di awal munculnya senjata ini dapat diketahui dari
rekaman relief candi-candi di Jawa, misalnya di Candi Borobudur dan
Candi Sukuh. Pembuatan keris lama-kelamaan mengalami penyempurnaan dan
menjadi senjata handal. Raja-raja di nusantara menjadikan keris menjadi
senjata pusaka. Misalnya kerajaan Majapahit, mempunyai sebuah keris
pusaka bernama Kyai Sengkelat. Keris Kyai Sengkelat ini menjadi pusaka
andalan dan bahkan menjadi penolak sekaligus tumbal perisai kerajaan.
Artinya keris pusaka ini dijadikan pelindung keselamatan kerajaan dari
segala malapetaka yang menyerang kerajaan.
Keris juga berfungsi sebagai
ageman atau perlengkapan pakaian raja. Semakin keris yang dipakai raja
dibuat oleh empu terkenal, maka akan semakin membuat raja yang memakai
semakin dikagumi dan disegani. Sebab, biasanya keris buatan empu
terkenal akan mempunyai kekuatan yang sangat ampuh. Demikian pula dengan
kerabat-kerabat raja dan pembesar-pembesar kerajaan akhirnya juga
memakai keris untuk menambah kharisma jabatannya. Hingga saat ini pun
masih banyak raja, sentana dalem, maupun pejabat yang memiliki keris
handalan yang dibuat oleh empu-empu terkenal zaman dahulu.
Bagi masyarakat Jawa sekarang,
keris lebih berperanan sebagai perlengkapan berbusana. Sangat jarang
keris dibawa kemana-mana jika tidak berkaitan dengan upacara tradisi,
misalnya upacara pengantin atau upacara merti dusun. Pada saat upacara
tradisi itulah, masyarakat Jawa baru mengenakan keris yang berfungsi
untuk melengkapi pakaian tradisional yang dikenakan, misalnya mengenakan
pakaian surjan atau beskapan. Namun tidak semua keris yang dipakai
dalam upacara tradisional tersebut adalah keris pusaka. Sebagian hanya
keris sebagai asesoris yang dibuat dari bahan yang asal-asalan saja
seperti dari aluminium.
Keris yang dibuat oleh empu, ada
yang bentuknya lurus dan ada pula yang berlekuk atau berluk. Keris
berluk biasanya ganjil, misalnya luk 3, luk 5, luk 7, luk 9, luk 11, luk
13, luk 15, luk 17, dan seterusnya. Namun untuk keris berluk,
kebanyakan yang dibuat adalah maksimal berluk 13. Walaupun ada
keris-beris berluk di atas 13, seperti keris berluk 29, berluk 31 atau
bahkan keris berluk 75, namun sangat jarang dijumpai. Keris lurus yang
dibuat oleh empu terkenal, misalnya keris dapur lar ngantap, keris dapur
pasopati, dan keris dapur cundrik (dibuat empu Ramadi); keris lurus
dapur jalak dinding (karya empu Isakadi); keris lurus dapur tilam upih
(karya empu Bramagedali).
Keris-keris yang mempunyai luk
banyak dihasilkan oleh para empu terkenal. Keris-keris berluk yang
terkenal itu pun sekarang dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai
kedudukan dan terpandang. Keris berluk dan dibuat oleh empu terkenal,
misalnya keris luk 11 dapur sempana (karya empu Janglatikala); keris luk
11 dapur santan dan keris luk 19 dapur karacan (karya empu Sulati); dan
keris luk 9 dapur panimbal, keris luk 13 dapur jamen, keris luk 13
dapur buto ijo (karya empu Domas zaman Brawijaya Majapahit).
Sementara keris-keris berluk
yang dimiliki oleh orang-orang terkenal di negeri ini, misalnya seperti
keris yang dimiliki oleh mantan Presiden RI ke-2 Soeharto. Beliau
memiliki keris luk 13, dengan nama Kangjeng Kyai Sengkelat zaman
kerajaan Majapahit yang diciptakan oleh empu Supo Mandrangi. Keris lain
adalah keris berluk 11 dengan dapur Sabuk Inten.
Istilah keris, biasanya menunjuk
pada bilah keris dan warangkanya. Bentuk warangka beraneka ragam,
seperti bentuk ladrangan dan gayaman. Sementara bilah keris bisa
berbentuk lurus atau berlekuk. Dalam ilmu perkerisan juga dikenal dengan
istilah “dapur”. Istilah dapur keris adalah suatu penamaan ragam bentuk
atau tipe keris sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dan
jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokan dan pembakuannya. Dalam
dunia perkerisan, pembakuan ini disebut dengan pakem dapur keris. Setiap
bilah keris biasanya mempunyai beberapa bagian dengan nama-nama seperti
kudup, bungkul, greneng, kembang kacang, gandik, lambe gajah, buntutm
sirah cecak, dan peksi/pesi.
Istilah dapur khususnya dipakai
dalam menentukan jenis bilah keris yang berasal dari Jawa, dan menurut
jumlah luk yang terdapat pada bilah masing-masing keris. Macam-macam
dapur keris jumlahnya hingga ratusan, sesuai dengan bilah keris dan
jumlah luk keris. Dapur keris yang dikenal dalam ilmu perkerisan antara
lain: Tilam Upih, Tilamsari, Sabuk Inten, Brojol, Kebo Lajer, Jalak
Tilam Sari, Kala Tinantang, Ngamperbuta, Mahesa Nabrang, Nagasasra,
Sengkelat, Panji Sekar, Sabuk Tampar, Pasopati, Naga Siluman,
Kalamunyeng, Kidangsoka, Jalak Ngore, dan lain-lain.
Setiap dapur keris yang
mempunyai nama tertentu pasti dengan ciri khas tertentu pula. Misalnya,
dapur Tilamupih berupa bilah keris yang dilengkapi hanya dengan sebuah
tikel dan kembang kacang. Keris dapur Jalak Ngore berupa bilah keris
yang dilengkapi dengan sraweyan dan greneng. Sementara keris dapur
Brokol adalah berupa bilah keris yang terpadu dengan ganjanya, menjadi
satu bentuk utuh dan dilengkapi dengan pijetan. Keris dapur Tilamsari
adalah bentuk bilah keris yang dilengkapi dengan kruwingan, pijetan, dan
grenengan. Keris dapur Kalamunyeng adalah bentuk bilah keris lurus
namun memiliki sogokan depan, badan bagian depan tipis dan belakang agak
tebal sehingga terkesan agak berpunggung. Dapur ini dilengkapi dengan
duri pandan, terdapat dua buah gusen atas dan bawah.
Selain itu, setiap keris juga
memiliki pamor. Pamor adalah pola atau lukisan yang terlihat pada bilah
keris yang dibuat dari baja putih. Pamor dalam sebuah bilah keris dapat
memberi petunjuk mengenai kualitas teknik penempaan dan cara pengolahan
logam-logam yang dipergunakan dalam proses pembuatan. Munculnya pamor
ini akan memberi nilai artistik dari setiap keris yang dihasilkan oleh
empu. Dari pamor ini pula, kadang bisa pula untuk menentukan seorang
empu pembuatnya sekaligus zamannya. Munculnya pamor dalam sebuah keris
inilah yang kemudian menggambarkan suatu makna simbol yang khas.
Macam-macam pamor keris yang
dikenal dalam dunia perkerisan antara lain: Wos Wutah, Kelengan, Sanak,
Wengkon, Mrambut, Banyu Tumetes, Adeg, Blarak Ngirit, Wengkon, Tambal,
Sekar Pala, Lawe Setukel, Ombak Emas, Sekar Blimbing, Walang Sinunduk,
Pandhan Binethot, Udan Mas, dan lain-lain.
Sementara dalam perkerisan
dikenal pula istilah tangguh. Tangguh menurut kamus bahasa Indonesia
adalah sukar dikalahkan. Tangguh keris dapat juga dikatakan atau
diartikan sebagai ciri atau gaya suatu zaman atau kerajaan. Macam-macam
tangguh antara lain: Mataram, Blambangan, Tuban, Kartasura, Pajang,
Majapahit, Yogyakarta, Surakarta, Pejajaran, dan lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar